“REBO WEKASAN”
“REBO WEKASAN”
Dahulu banyak para wali Allah yang mempunyai pengetahuan spiritual tinggi mengatakan bahwa pada setiap tahun, Allah swt menurunkan 320.000 macam bala bencana ke bumi.
Pernyataan diatas bersumber dari kitab Kanzun Najah was-Surur fi Fadhail al-Azminah wash-Shuhur karya Abdul Hamid Quds bahwa bala bencana itu pertama kali terjadi pada Rabu terakhir di bulan Safar atau Rebo Wekasan. Tidak heran, banyak yang meyakini jika hari tersebut merupakan waktu terberat sepanjang tahun.
"Rebo Wekasan Tahun ini jatuh pada tanggal 12 / 13 September 2023 M."
Amalan-amalan Rebo Wekasan:
1. Sholat Sunah Mutlaq
a. Rokaat Pertama Membaca Surat Fatihah dan Al Kausar Sebanyak 17 Kali
b. Rokaat Kedua Membaca Surat Fatihah dan Al Ikhlas 5 Kali
c. Rokaat Ketiga Membaca Surat Fatihah dan Al Falaq 1 Kali
d. Rokaat Keempat Membaca Surat Fatihah dan An Nas 1 Kali
Doa Rebo Wekasan beserta artinya adalah sebagai berikut :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ يَا شَدِيْدَ الْقُوَى وَيَا شَدِيْدَ الْمِحَالِ يَا عَزِيْزُ ذَلَّتْ لِعِزَّتِكَ جَمِيْعُ خَلْقِكَ اِكْفِنِيْ مِنْ جَمِيْعِ خَلْقِكَ يَا مُحْسِنُ يَا مُجَمِّلُ يَا مُتَفَضِّلُ يَا مُنْعِمُ يَا مُكْرِمُ يَا مَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا أَنْتَ اِرْحَمْنِيْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اللهم بِسِرِّ الْحَسَنِ وَأَخِيْهِ وَجَدِّهِ وَأَبِيْهِ وَأُمِّهِ وَبَنِيْهِ اِكْفِنِيْ شَرَّ هَذَا الْيَوْمِ وَمَا يَنْزِلُ فِيْهِ يَا كَافِيَ الْمُهِمَّاتِ يَا دَافِعَ الْبَلِيَّاتِ فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَحَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَصَلىَّ اللهُ تَعَالىَ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ الِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
اللَّهُمَّ افْتَحْ لَنَا أَبْوَابَ الخَيْرِ وَأَبْوَابَ البَرَكَةِ وَأَبْوَابَ النِّعْمَةِ وَأَبْوَابَ الرِّزْقِ وَأَبْوَابَ القُوَّةِ وَأَبْوَابَ الصِّحَّةِ وَأَبْوَابَ السَّلَامَةِ وَأَبْوَابَ العَافِيَةِ وَأَبْوَابَ الجَنَّةِ اللَّهُمَّ عَافِنَا مِنْ كُلِّ بَلَاءِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ وَاصْرِفْ عَنَّا بِحَقِّ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَبِيِّكَ الكَرِيْمِ شَرَّ الدُّنْيَا وَعَذَابَ الآخِرَةِ،غَفَرَ اللهُ لَنَا وَلَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَى المُرْسَلِيْنَ وَ الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ.
Setelah salam membaca doa, maka Allah dengan kemurahan-Nya akan menjaga orang yang bersangkutan dari semua bala bencana yang turun di hari itu sampai sempurna setahun.
Kemudian, ia menjelaskan, amalan lain yang dianjurkan di Rebo Wekasan adalah menulis 7 ayat Salamun setelah shalat Ashar.
“Salamun qaulam mirrabir Rahim” (QS Yasin: 58)
سَلَٰمٌ قَوْلًا مِّن رَّبٍّ رَّحِيمٍ
"Salamun alaa nuhin fil aalamiin" (QS As-Saffat: 79)
سَلَٰمٌ عَلَىٰ نُوحٍ فِى ٱلْعَٰلَمِينَ
“Salamun alaa Ibrahim” (QS As Saffat: 109)
سَلٰمٌ عَلٰٓى اِبۡرٰهِيۡمَ
“Salamun alaa musa wa harun” (QS As Saffat: 120)
سَلٰمٌ عَلٰى مُوۡسٰى وَهٰرُوۡنَ
“Salamun alaa ilyasin” (QS As Saffat: 130)
سَلٰمٌ عَلٰٓى اِلۡ يَاسِيۡنَ
“Salamun Alaikum Thibtum Fadhkhuluha Khalidun” (QS Az-Zumar: 73)
سَلٰمٌ عَلَيۡكُمۡ طِبۡتُمۡ فَادۡخُلُوۡهَا خٰلِدِيۡنَ
“Salamun Hiya Hatta Mat La'il Fajr” (QS Al-Qadr: 5)
سَلٰمٌ هِىَ حَتّٰى مَطۡلَعِ الۡفَجۡرِ
“Caranya, ditulis di kertas atau piring yang bersih dengan spidol atau sesamanya yang kira-kira tulisan tersebut bisa luntur. Kemudian, tuangkan air dan diaduk sambal membaca shalawat, setelah itu diminum,” jelasnya.
HUKUM SHOLAT REBO WEKASAN?
Dalam fikih secara tegas memang tidak pernah ada tuntunan langsung untuk menjalankan salat Rebo Wekasan. Akan tetapi memang ada banyak hadis yang menyatakan bahwa hari Rabu terakhir merupakan hari yang naas.
آخِرُ أربعَاءَ في الشَّهْرِ يومُ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ
“Hari Rabu akhir bulan merupakan hari naas yang berkesinambungan.” (Al-Hadis)
Banyak hadis dengan redaksi yang hampir sama, namun derajat hadis tersebut dha’if, bahkan ada yang mengatakan maudhu’. Akan tetapi meskipun bukan hadis sahih, kita tetap boleh meyakini berbagai hadis tersebut hanya sebatas amaliah, bukan fatwa. Kita boleh-boleh saja waspada akan isi peringatan dalam hadis tersebut.
ومنه صلاة الإستعاذة وهي ركعتان بعد صلاة الضحى ينوي بهما سنة الاستعاذة يقصد بهما أن الله يعيذه من شر يومه وليلته يقرأ في الأولى بعد الفاتحة سورة {قل أعوذ برب الفلق} ١١٣ الفلق الآية ١ وفي الثانية بعد الفاتحة سورة {قل أعوذ برب الناس} ١١٤ الناس الآية ١ ثم يدعو بدعاء الاستعاذة وهو بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين وصلى الله على سيدنا محمد النبي الأمي وعلى آله وصحبه وسلم اللهم إني أعوذ بك من خليل ماكر عيناه ترياني وقلبه يرعاني إن رأى حسنة دفنها وإن رأى سيئة أذاعها اللهم إني أعوذ بك من يوم السوء وأعوذ بك من ليلة السوء وأعوذ بك من ساعة السوء وأعوذ بك من صاحب السوء وأعوذ بك من جار السوء في دار المقام وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
“Termasuk salat dzusabab (salat sunnah yang memiliki sebab untuk dilakukan) adalah salat Isti’adzah. Yaitu salat dua rakaat setelah melaksanakan salat dhuha, yang diniatkan untuk memohon perlindungan, dengan tujuan agar Allah Subhanahuwata’ala melindungi dirinya dari keburukan siang dan malam hari itu. Setelah membaca surat al-Fatihah, lalu membaca surat al-Falaq di rakaat pertama, dan surat an-Nas di rakaat kedua. Kemudian berdoa dengan doa Isti’adzah.” (Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani, Nihayah al-Zain, [Beirut, Darul Fikr, tth.], Hal. 107.)
Dalam syariat memang tidak ada keterangan tentang salat Rabu Wekasan, tetapi ada referensi tentang salat isti’adzah (mohon perlindungan dari marabahaya), yang tidak terkhusus dilakukan pada hari Rabu terakhir bulan Shafar saja.
Dalam hal lain apabila kita niat “Saya niat salat Rebo Wekasan” hukumnya tidak sah bahkan haram. Sebagaimana ungkapan para ulama yang dikutip Syekh Sulaiman al-Jamal:
إِنَّ الصَّلَاةَ إِذَا لَمْ تُطْلَبْ لَمْ تَنْعَقِدْ
“Hukum asal dalam salat ketika tidak dianjurkan maka tidak sah.”[1]
Namun apabila salat Rebo Wekasan diniati salat sunnah mutlak, maka ulama berbeda pendapat. KH. Hasyim As’ari tetap tegas mengatakan tidak boleh dengan alasan berikut:
وَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يَسْتَدِلَّ بِمَا صَحَّ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ اَنَّهُ قَالَ الصَّلَاةُ خَيْرُ مَوْضُوْعٍ فَمَنْ شَاءَ فَلْيَسْتَكْثِرْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَسْتَقْلِلْ، فَإِنَّ ذَلِكَ مُخْتَصٌّ بِصَلَاةٍ مَشْرُوْعَةٍ
“Tidak boleh bagi setiap individu untuk berdalih dengan hadis shahih Rasulullah: bahwa sesungguhnya salat itu sebaik-baiknya tempat, maka siapa yang berkehendak perbanyaklah atau sedikitkanlah. Alasannya, hadis tersebut hanya ditujukan pada salat yang disyariatkan.”[2]
Namun dalam beberapa referensi kitab lain para ulama justru memperbolehkan dengan cara melakukan salat sunah mutlak, seperti dikutip dalam kitab al-Ghunyah, Jawahir al-Khams, dan Kanz an-Najah wa as-Surur. Syekh Abd al-Hamid Quds Al-Makki menegaskan:
ﻗُﻠْﺖُ ﻭَﻣِﺜْﻠُﻪُ ﺻَﻼَﺓُ ﺍﻟﺼَّﻔَﺮِ ﻓَﻤَﻦْ ﺃَﺭَﺍﺩَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓَ ﻓِﻰ ﻭَﻗْﺖِ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻷْﻭْﻗَﺎﺕِ ﻓَﻠْﻴَﻨْﻮِ ﺍﻟﻨَّﻔْﻞَ ﺍﻟْﻤُﻄْﻠَﻖَ ﻓُﺮَﺍﺩَﻯ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﻋَﺪَﺩٍ ﻣُﻌَﻴَّﻦٍ ﻭَﻫُﻮَ ﻣَﺎ ﻻَ ﻳُﺘَﻘَﻴَّﺪُ ﺑِﻮَﻗْﺖٍ ﻭَﻻَ ﺳَﺒَﺐٍ ﻭَﻻَ ﺣَﺼْﺮَ ﻟَﻪُ
“Saya berkata, termasuk dari bid’ah adalah salat bulan Shafar. Maka siapa yang ingin mengerjakan salat di waktu ini, niat salatnya dengan niat salat sunah mutlak dengan sendirian dan tanpa hitungan tertentu. Sebab salat sunah mutlak itu tidak terikat dengan sebab dan tidak terikat dengan batas.” (Abd al-Hamid Quds Al-Makki, Kanz an-Najah wa as-Surur, hlm. 22)
Penulis : Syukron Aziz Zu’